CEO eFishery, Gibran Huzaifah (katadata.co.id)
Buletinmedia.com – eFishery, sebuah startup yang sebelumnya dipimpin oleh CEO Gibran Huzaifah, kini tengah tersandung kasus dugaan rekayasa laporan pendapatan dan laba selama beberapa tahun terakhir. Investigasi internal terhadap eFishery dimulai setelah seorang whistleblower mengungkap adanya ketidaksesuaian dalam laporan keuangan perusahaan akuakultur ini. Laporan tersebut menyebutkan bahwa manajemen eFishery menggelembungkan pendapatan hingga hampir mencapai 600 juta dollar AS dalam periode sembilan bulan yang berakhir pada September 2024, yang setara dengan sekitar Rp 9,74 triliun jika dihitung dengan kurs Rp 16.245 per dollar AS.
Pada saat yang sama, perusahaan ini melaporkan laba sebesar 16 juta dollar AS (sekitar Rp 259,9 miliar) per September 2024 kepada investor, meskipun penyelidikan awal mengungkapkan bahwa eFishery sebenarnya mengalami kerugian sekitar 35,4 juta dollar AS (sekitar Rp 575 miliar). Sementara itu, pendapatan yang sebenarnya tercatat hanya sebesar 157 juta dollar AS (sekitar Rp 2,55 triliun), jauh lebih rendah dibandingkan dengan angka yang dilaporkan kepada investor, yang mencapai 752 juta dollar AS (sekitar Rp 12,2 triliun).
Tidak hanya laporan pendapatan yang diduga dimanipulasi, penyelidikan juga menemukan adanya perbedaan signifikan dalam klaim jumlah tempat pakan ikan yang dimiliki oleh perusahaan. eFishery sebelumnya menyebutkan bahwa mereka memiliki lebih dari 400.000 tempat pakan ikan yang beroperasi, namun setelah diselidiki lebih lanjut, diperkirakan hanya ada sekitar 24.000 tempat pakan ikan yang aktif.
eFishery, yang telah menjadi unicorn dengan valuasi mencapai 1,4 miliar dollar AS (sekitar Rp 22,7 triliun), kini berada di bawah sorotan besar setelah temuan-temuan ini mencuat. Kasus ini berawal ketika seorang whistleblower melaporkan ketidaksesuaian laporan keuangan kepada seorang anggota dewan. Dewan kemudian menugaskan penyelidikan formal pada Desember 2024. Hasil penyelidikan ini mengarah pada pemecatan Gibran Huzaifah, salah satu pendiri dan CEO eFishery, setelah ketidakkonsistenan dalam laporan keuangan ditemukan.
Laporan penyelidikan yang ditulis oleh FTI Consulting masih bersifat draf dan dapat berubah seiring berjalannya waktu. Laporan tersebut didasarkan pada lebih dari 20 wawancara dengan staf eFishery, serta tinjauan terhadap akun-akun dan komunikasi di WhatsApp, Slack, dan saluran lainnya. Namun, penyelidikan ini belum melibatkan auditor atau memeriksa dokumen audit resmi, yang berarti angka-angka yang ditemukan dalam laporan ini masih dapat berubah.
Para pemegang saham dan direktur perusahaan dilaporkan terkejut dengan skala dugaan penipuan yang terungkap, terutama mengingat langkah-langkah perlindungan yang telah dilakukan sebelumnya, seperti pemeriksaan saluran dan wawancara dengan staf yang telah keluar. eFishery, melalui email yang dikutip oleh The Straits Times, menyatakan bahwa mereka sangat menyadari spekulasi pasar yang beredar dan berkomitmen untuk menanggapi masalah ini dengan serius. Mereka juga menegaskan bahwa mereka tetap berfokus untuk menegakkan standar tata kelola perusahaan dan etika tertinggi dalam semua operasi eFishery.
Sebelumnya, eFishery telah mempekerjakan dua firma akuntansi besar, yaitu PricewaterhouseCoopers dan Grant Thornton, untuk mengaudit hasil keuangan mereka. Namun, kedua firma tersebut menolak memberikan komentar terkait kasus ini. Sejak penyelidikan dimulai, pihak perusahaan juga telah melakukan panggilan kepada investor yang menyimpan banyak pertanyaan mengenai bagaimana nasib aset perusahaan dan sisa uang tunai yang ada.
Dalam laporan internal perusahaan, terungkap bahwa eFishery mencatatkan kerugian tertahan sekitar 152 juta dollar AS sejak didirikan hingga November 2024. Sementara itu, laporan yang sama juga menunjukkan total aset perusahaan yang mencapai 220 juta dollar AS, termasuk 63 juta dollar AS dalam bentuk piutang dan 98 juta dollar AS dalam bentuk investasi. Angka-angka tersebut jelas menunjukkan ketidaksesuaian yang signifikan dengan laporan yang sebelumnya disampaikan ke investor.
Dugaan penipuan ini berpotensi merugikan dunia startup Indonesia, yang saat ini sedang menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pendanaan baru, terutama di tengah goncangan industri teknologi. eFishery, yang berhasil memperoleh status unicorn dengan dukungan investor besar seperti SoftBank dari Jepang dan Temasek dari Singapura, kini menghadapi tantangan besar untuk membangun kembali kepercayaan pasar dan investor. Kasus ini juga memberikan dampak yang luas terhadap persepsi terhadap startup-startup di Indonesia, yang mungkin akan lebih sulit untuk mendapatkan dukungan keuangan di masa depan.
