(Foto: Getty Images/Eric Alonso)
Pebalap muda penuh talenta dari tim pabrikan KTM, Pedro Acosta, menyuarakan keprihatinannya soal aturan teknis tekanan ban yang diberlakukan di musim MotoGP 2025. Komentar tajam ini muncul setelah insiden yang menimpa Maverick Vinales di Grand Prix Qatar, di mana performanya yang memukau harus ternoda oleh penalti berat terkait regulasi tekanan minimum ban.
Di Sirkuit Lusail, akhir pekan lalu, Vinales tampil brilian. Start dari posisi keenam, rider tim Tech3 GasGas itu sukses merangsek ke barisan depan dan terlibat duel ketat dengan Marc Marquez dalam perebutan juara. Ia akhirnya menyentuh garis finis di posisi kedua, hanya di belakang Marquez—yang mencetak kemenangan perdananya sejak GP Austin 2024.
Namun momen podium Vinales sirna seketika. Hasil pemeriksaan teknis menunjukkan bahwa tekanan ban depan motornya tidak memenuhi ambang batas minimal sesuai regulasi. Akibatnya, Vinales dijatuhi penalti 16 detik yang membuatnya terperosok ke posisi ke-14 dalam klasemen akhir balapan.
⚠️ Isu Tekanan Ban: Acosta Desak Peninjauan Regulasi
Menanggapi hal ini, Pedro Acosta menganggap regulasi tekanan ban sebagai masalah serius yang perlu ditinjau ulang oleh otoritas MotoGP. Ia menyatakan bahwa situasi seperti ini tidak adil bagi para pebalap yang sejatinya menunjukkan performa luar biasa di lintasan.
“Ada banyak variabel yang tak bisa dikendalikan oleh pebalap,” ujar Acosta, dikutip dari GPOne.
“Kita tak bisa memprediksi suhu lintasan secara akurat, atau perubahan angin yang tiba-tiba. Tekanan ban bisa berubah hanya karena slipstream atau posisi di belakang pebalap lain.”
Menurutnya, menghukum pebalap karena faktor-faktor yang nyaris di luar kendali mereka bukanlah pendekatan yang masuk akal. Ia mencontohkan balapan di Thailand, di mana banyak pebalap juga hampir mengalami masalah serupa.
🏁 Kasus Marquez di Thailand: Menang Tapi Harus Main Aman
Pedro Acosta juga menyoroti strategi Marc Marquez di MotoGP Thailand 2025, yang akhirnya keluar sebagai pemenang dengan keunggulan tipis atas adiknya, Alex Marquez. Namun, kemenangan itu tak datang tanpa kompromi. Marc diketahui sengaja memperlambat laju motornya di tengah balapan, semata-mata untuk menjaga tekanan ban tetap berada dalam ambang yang diperbolehkan.
“Bayangkan, Marc adalah pebalap tercepat saat itu, tapi ia harus mengorbankan kecepatan hanya agar tak terkena penalti. Itu absurd,” kata Acosta.
Ia pun menyebutkan, apabila situasi seperti ini terus berulang, maka podium atau bahkan kemenangan balapan bisa menjadi tidak sah, hanya karena parameter teknis yang sulit dikontrol di situasi nyata balapan.
🏆 Regulasi Dibutuhkan, Tapi Harus Lebih Adaptif
Acosta tak menolak pentingnya regulasi tekanan ban, yang memang dirancang untuk alasan keamanan. Namun ia mengimbau FIM dan Dorna Sport untuk mencari pendekatan yang lebih fleksibel dan realistis, agar tidak merugikan pembalap yang berjuang keras dan kompetitif di lintasan.
“Aturan tekanan ban harusnya mendukung keselamatan tanpa menghancurkan kompetisi. Maverick seharusnya merayakan podium, bukan dihukum karena ia cepat,” tegas Acosta, yang dijuluki El Tiburón (Si Hiu) karena gaya membalap agresifnya.
