Ilustrasi pencipta lagu (Sumber Foto : Istock)
Buletinmedia.com – Sejumlah pencipta lagu Indonesia berencana menggugat Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) ke Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa royalti dan hak cipta yang sudah berlangsung lama. LMKN dianggap menyimpang dari amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Rencana gugatan ini disampaikan oleh para pencipta lagu ternama, termasuk Ari Bias, Ryan Kyoto, Ali Akbar, Obbie Messakh, dan Eko Saky. Gugatan disebut akan didaftarkan ke MA pada Senin, 27 Oktober 2025.
Ali Akbar menegaskan, “Masalah utama adalah dasar hukum berdirinya LMKN. Dalam UU Hak Cipta, tidak ada ketentuan yang membentuk LMKN seperti saat ini.” Ia menambahkan bahwa sesuai amanat UU, lembaga yang berhak menarik dan mendistribusikan royalti adalah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), bukan LMKN yang dibentuk menteri.
“Kalau pun lembaga pengelola royalti ingin dibentuk, seharusnya LMK yang menyatukan diri melalui forum koordinasi, bukan keputusan menteri,” ujar Ali Akbar, seperti dilaporkan detikcom, Senin (27/10).
Selain itu, komposisi LMKN saat ini banyak diisi oleh Aparatur Sipil Negara (ASN), bukan para musisi atau pencipta lagu. Hal ini dinilai telah melampaui batas kewenangan yang diatur UU dan dianggap merugikan pemilik hak cipta.
Ari Bias menambahkan, LMKN kini lebih merepresentasikan pemerintah dibandingkan para pencipta lagu. “Saat muncul masalah dan tuntutan pertanggungjawaban, LMKN menyatakan tidak bertanggung jawab kepada pencipta, tapi kepada menteri. Mereka tidak menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada pemilik hak cipta, padahal mereka menarik royalti atas mandat langsung dari pemilik karya,” ungkapnya.
Para pencipta lagu berharap, gugatan ke MA dapat mengembalikan fungsi dan bentuk lembaga pengelola royalti sesuai UU Hak Cipta, sehingga memberikan kejelasan dan keadilan bagi para pemilik karya musik di Indonesia.
Sumber : www.cnnindonesia.com
