Ilustrasi penggunaan asisten AI Gemini di Samsung Galaxy S25 series(Kompas.com/Galuh Putri Riyanto)
Kecerdasan buatan (AI) semakin canggih, tetapi tidak selalu tanpa kontroversi. Salah satu temuan terbaru yang membuat heboh dunia digital adalah kemampuan Gemini 2.0 Flash versi eksperimental dari Google yang diduga dapat menghapus tanda air (watermark) dari gambar yang dilindungi hak cipta. Temuan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan industri kreatif, terutama fotografer, ilustrator, dan perusahaan penyedia stok gambar seperti Getty Images dan Shutterstock.
Berdasarkan laporan dari berbagai pengguna, model AI ini dapat menghapus watermark hanya dengan perintah sederhana seperti “hapus tanda air Shutterstock/Gettty Images dari gambar ini” atau “hilangkan semua tanda dan teks dari gambar ini.” Tanpa memberikan peringatan soal potensi pelanggaran hak cipta, Gemini 2.0 Flash langsung mengeksekusi permintaan dan menampilkan gambar yang sudah bersih dari watermark. Menariknya, AI ini tidak hanya menghapus watermark dengan sempurna, tetapi juga mampu mengisi celah yang ditinggalkan dengan detail yang nyaris tidak terdeteksi sebagai hasil manipulasi.
Lebih lanjut, setelah menghapus tanda air asli, Gemini justru menambahkan SynthID, teknologi watermark digital milik Google DeepMind. SynthID dirancang untuk menyisipkan tanda air tak kasat mata ke dalam gambar yang dibuat oleh AI, sehingga dapat membantu mengidentifikasi apakah suatu gambar dihasilkan oleh kecerdasan buatan, bahkan setelah diedit atau dimodifikasi. Namun, penggunaan teknologi ini dalam konteks penghapusan watermark asli justru semakin memicu perdebatan etis dan hukum.
Dikecam Karena Berpotensi Langgar Hak Cipta
Kemampuan ini menimbulkan kekhawatiran di dunia industri kreatif, karena tanda air adalah alat perlindungan utama bagi para kreator dan perusahaan stok gambar dalam menjaga hak cipta karya mereka. Menghapus watermark tanpa izin pemilik asli dianggap ilegal di banyak yurisdiksi, termasuk di bawah hukum hak cipta Amerika Serikat.
Dibandingkan dengan model AI generatif lain seperti Claude 3.7 Sonnet dari Anthropic dan GPT-4o dari OpenAI, Gemini 2.0 Flash tampak lebih longgar dalam menangani permintaan yang berpotensi melanggar hak cipta. Model AI pesaing secara eksplisit menolak perintah penghapusan watermark dengan alasan etika dan hukum. Claude 3.7 Sonnet bahkan memberikan respons tegas bahwa tindakan tersebut “tidak etis dan berpotensi ilegal.”
Tanggapan Google: “Kami Masih Mengamati”
Menanggapi kontroversi ini, Google akhirnya buka suara. Seorang juru bicara Google menegaskan bahwa penggunaan AI generatif mereka untuk mengakali hak cipta melanggar ketentuan layanan yang berlaku. Meskipun begitu, Google tidak menjelaskan secara spesifik bagaimana mereka akan menangani kemampuan kontroversial ini.
“Penggunaan alat AI generatif Google untuk melanggar hak cipta merupakan pelanggaran terhadap ketentuan layanan kami. Seperti semua rilis eksperimental, kami terus memantau dengan saksama dan mendengarkan masukan dari pengembang,” ujar juru bicara Google, dikutip dari TechCrunch pada Selasa (18/3/2025).
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Google belum memiliki langkah konkret untuk membatasi atau menghapus fitur penghapusan watermark dari Gemini 2.0 Flash. Mereka tampaknya masih menunggu respons dari komunitas pengembang sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.
Gemini 2.0 Flash: AI yang Makin Canggih, Tapi Juga Kontroversial
Gemini 2.0 Flash pertama kali diperkenalkan pada Desember 2024 sebagai penerus Gemini 1.5 Flash yang rilis pada Mei sebelumnya. Model terbaru ini membawa berbagai peningkatan, termasuk integrasi input multimodal, kemampuan penalaran yang lebih baik, serta pemahaman bahasa alami yang lebih akurat.
AI ini juga memiliki fitur canggih yang memungkinkan akses ke layanan pihak ketiga, seperti Google Search dan eksekusi kode, menjadikannya lebih fleksibel dan bertenaga dibandingkan pendahulunya. Namun, karena masih dalam tahap eksperimen, Gemini 2.0 Flash saat ini hanya tersedia melalui alat pengembang Google, seperti AI Studio.
Kemajuan teknologi AI yang semakin pesat memang membuka banyak peluang, tetapi juga menghadirkan tantangan besar, terutama terkait hak cipta dan etika. Jika tidak ada pengawasan yang ketat, fitur seperti penghapusan watermark bisa menjadi ancaman serius bagi industri kreatif dan kepemilikan intelektual. Pertanyaannya kini, apakah Google akan segera mengambil langkah untuk membatasi fitur ini, atau justru membiarkannya berkembang lebih jauh? Kita tunggu saja kelanjutannya.
