Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kematian Juliana Marins Akan Dibawa ke Ranah Hukum, Bagaimana Reaksi Pemerintah?", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2025/07/04/06572221/kematian-juliana-marins-akan-dibawa-ke-ranah-hukum-bagaimana-reaksi?page=1.
Insiden tragis yang merenggut nyawa Juliana Marins, seorang pendaki asal Brasil, saat menjajal medan ekstrem Gunung Rinjani di Lombok, Nusa Tenggara Barat, berpotensi merambah ke forum internasional. Pemerintah Brasil, melalui Kantor Pembela Umum Federal (DPU), telah mengambil langkah awal dengan meminta Kepolisian Federal Brasil (PF) menyelidiki kemungkinan adanya kelalaian dari otoritas Indonesia dalam penanganan kecelakaan tersebut.
Permintaan ini diajukan secara resmi pada Senin (30/6/2025), sebagai bentuk tanggung jawab negara atas keselamatan warganya di luar negeri. Bila ditemukan indikasi pelanggaran standar penyelamatan atau kegagalan sistem, DPU menyatakan siap membawa kasus ini ke Komisi Antar-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (IACHR).
Taisa Bittencourt, seorang pembela HAM regional dari DPU, menegaskan bahwa keputusan hukum lebih lanjut akan diambil setelah laporan resmi dari otoritas Indonesia diterima. “Kami menunggu laporan lengkap dari pihak Indonesia. Setelah itu kami akan mengevaluasi apakah akan membawa perkara ini ke ranah internasional,” jelasnya.
Tak hanya itu, keluarga Juliana turut mengambil langkah proaktif dengan mengajukan permintaan otopsi ulang. Setibanya jenazah di Brasil pada 1 Juli lalu, otopsi kedua langsung dilakukan di Institut Medis Legal (IML) Rio de Janeiro. Prosedur ini dimaksudkan untuk menginvestigasi lebih dalam kemungkinan korban tidak segera mendapatkan pertolongan medis yang memadai setelah jatuh ke jurang sedalam 600 meter.
“Otopsi ini atas permintaan keluarga. Kami akan mendampingi proses ini hingga tuntas,” lanjut Taisa.
Dari hasil otopsi awal yang dilakukan di RSUD Bali, diketahui Juliana tewas akibat benturan keras benda tumpul dan mengalami patah tulang berat. Luka paling parah ditemukan di bagian dada dan perut, dan kematian diperkirakan terjadi dalam waktu singkat—sekitar 20 menit setelah terjatuh. Tidak ditemukan tanda-tanda perdarahan lambat, yang mengindikasikan bahwa korban tidak sempat bertahan lama.
Sementara itu, pemerintah Indonesia merespons dengan menyatakan kesiapannya menghadapi segala bentuk tuntutan. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyampaikan bahwa Indonesia tidak akan lari dari tanggung jawab bila terbukti ada kekurangan. Ia juga menyampaikan duka mendalam atas kejadian tersebut.
“Kalau memang benar ada gugatan, tentu itu hak mereka. Kami akan bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukan, dan mudah-mudahan ini menjadi pelajaran bagi kita semua,” ujar Raja Juli saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Ia juga menyinggung soal kemungkinan faktor teknis dalam kecelakaan tersebut, termasuk perlengkapan pendakian yang sudah aus dan bisa memicu terpelesetnya korban. Namun demikian, penyebab pasti tetap menunggu hasil investigasi gabungan.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Yarman, menambahkan bahwa proses evakuasi berjalan ekstrem dan penuh tantangan. “Kami butuh lima hari untuk mengangkat jenazah dari kedalaman 600 meter. Segala upaya terbaik sudah kami kerahkan,” ujar Yarman.
Di level legislatif, Ketua DPR RI Puan Maharani juga angkat bicara. Ia meminta agar pemerintah segera menyusun langkah diplomatik untuk menanggapi kemungkinan gugatan dari Brasil. “Kami akan minta pemerintah menindaklanjuti rencana ini secara serius,” katanya di Gedung DPR RI, Kamis (3/7/2025).
Tragedi yang bermula pada Sabtu pagi (21/6/2025) ini mencuatkan kembali urgensi evaluasi keselamatan pendakian di destinasi wisata ekstrem seperti Rinjani. Juliana Marins ditemukan tiga hari kemudian dalam kondisi tak bernyawa di jurang terjal dekat kawah gunung, dan kini kematiannya menjadi topik diplomatik yang berpotensi menguji relasi antarnegara.
